MENENAL OSHAS DALAM PENERAPAN SMK3
Oleh :csrreview-online.com
Derajat kesehatan dan keselamatan yang tinggi di tempat kerja merupakan hak pekerja yang wajib dipenuhi oleh perusahaan disamping hak-hak normatif lainnya. Perusahaan hendaknya sadar dan mengerti bahwa pekerja bukanlah sebuah sumber daya yang terus-menerus dimanfaatkan melainkan sebagai makhluk sosial yang harus dijaga dan diperhatikan mengingat banyaknya faktor dan resiko bahaya yang ada di tempat kerja.
Selain perusahaan, pemerintah pun turut bertanggungjawab untuk melindungi kesehatan dan keselamatan kerja. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang yang mengatur tentang K3 yaitu UU No.1 tahun 1970 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Permenaker No.05/Men/1996 tentang Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3).
Tujuan dan sasaran yang termuat dalam SMK3 ini adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Namun tujuan mulia ini belum sepenuhnya dapat dicapai, mengapa?
Kita lihat saja pada kondisi K3 di Indonesia, berdasar data tahun 2004 hingga Januari 2005, tingkat kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 95.418 kasus dengan 1736 pekerja meninggal, 60 pekerja mengalami cacat tetap, 2932 pekerja cacat sebagian dan 6114 pekerja mengalami cacat ringan. Kondisi ini sesungguhnya sudah mengalami penurunan angka kecelakaan kerja jika dibandingkan dengan data pada tahun 2003 yaitu 105.846 kasus, terjadi penurunan kasus sekitar 9,9%. Bila dirunut dalam rentang 5 tahun mulai tahun 1999, kasus kecelakaan kerja di Indonesia mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada tabel berikut:
Walaupun terjadi penurunan jumlah kasus kecelakaan kerja, pada tahun 2005 jumlah kecelakaan kerja di Indonesia menduduki peringkat tertinggi di antara negara-negara ASEAN. Kondisi yang sama juga terjadi di tahun 2001, standar keselamatan kerja di Indonesia paling buruk dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara lain, termasuk 2 negara lain yaitu Bangladesh dan Pakistan.
Mengapa angka kecelakaan kerja di Indonesia masih begitu tinggi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, yaitu unsafe condition dan unsafe behavior. Unsafe behavior merupakan perilaku dan kebiasaan yang mengarah pada terjadinya kecelakaan kerja seperti tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) dan penggunaan peralatan yang tidak standard sedang unsafe condition merupakan kondisi tempat kerja yang tidak aman seperti terlalu gelap, panas dan gangguan-gangguan faktor fisik lingkungan kerja lainnya. Faktor-faktor tersebut dapat dieliminasi dengan adanya komitmen perusahaan dalam menetapkan kebijakan dan peraturan K3 serta didukung oleh kualitas SDM perusahaan dalam pelaksanaannya.
Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan pedoman SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di lingkungan kerja. Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan kerja, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan SD.
Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem manajemen perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa dengan komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003 yang sebesar 190,607 milliar rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.
Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman terhadap pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan penerbitan suatu pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar pelaksanaan K3,BS 8800 (British Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi K3 melalui penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang dikeluarkan sebagai spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Sebenarnya apa OHSAS itu? Bagaimana penerapannya dalam system manajemen perusahaan? Mari kita mengenal lebih dekat.
OHSAS 18001, Apa dan bagaimana?
OHSAS –Occupational Health and Safety Assesment Series-18001 merupakan standar internasional untuk penerapan SMK3. Tujuan dari OHSAS ini sendiri tidak jauh berbeda dengan tujuan SMK3 Permenaker, yaitu meningkatkan kondisi kesehatan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja karena kondisi K3 tidak saja menimbulkan kerugian secara ekonomis tetapi juga kerugian non ekonomis seperti menjadi buruknya citra perusahaan.
Cikal bakal OHSAS 18001 adalah dokumen yang dikeluarkan oleh British Standards Institute (BSI) yaitu Occupational Health and Safety Management Sistem-Specification (OHSAS) 18001:1999. OHSAS 18001 diterbitkan oleh BSI dengan tim penyusun dari 12 lembaga standarisasi maupun sertifikasi beberapa negara di dunia seperti, Standards Australia, SFS Certification dan International Certification Services.
Standar OHSAS mengandung beberapa komponen utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam penerapan SMK3 demi pelaksanaan K3 yang berkesinambungan.
Komponen Utama OHSAS 18001 .
Komponen utama standar OHSAS 18001 dalam penerapannya di perusahaan meliputi:
1. Adanya komitmen perusahaan tentang K3.
2. Adanya perencanaan tentang program-program K3
3. Operasi dan Implementasi K3
4. Pemeriksaan dan tindakan koreksi terhadap pelaksanaan K3 di perusahaan
5. Pengkajian manajemen perusahaan tentang kebijakan K3 untuk pelaksanaan berkesinambungan.
Berdasarkan 5 komponen utama diatas, tahapan dalam penyusunan SMK3 menurut OHSAS 18001 melalui 7 tahapan yaitu mengindentifikasi resiko dan bahaya, mengidentifikasi ketetapan UU dan peraturan hukum yang berlaku, menentukan target dan pelaksana program, melancarkan program perencanaan untuk mencapai target dan objek yang telah ditentukan, mengadakan perencanaan terhadap kejadian darurat, peninjauan ulang terhadap target dan para pelaksana system, terakhir yaitu penetapan kebijakan sebagai usaha untuk mencapai kemajuan yang berkesinambungan. Tahapan penerapan ini lebih panjang jika dibandingkan dengan penerapan SMK3 menurut permenaker tetapi dari segi isi tidak ada perbedaan yang signifikan.
Seiring dengan upaya pelaksanaan OHSAS dalam perusahaan, muncullah suatu konsep baru sebagai akibat praktek OHSAS 18001 dalam manajemen perusahaan. Konsep baru tersebut dikenal dengan nama Green Company
Green Company
Konsep OHSAS 18001 memiliki beberapa kesesuaian dengan ISO 14001 dan ISO 9001, sehingga beberapa perusahaan mulai menjalankan ‘multiple management systems’ yaitu menjalankan ketiga system manajemen di atas( Manajemen Mutu ISO 9001:2000, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2004 dan SMK3 OHSAS 18001:1999). Penggabungan ini menimbulkan suatu konsep baru yaitu Green Company
Konsep Green Company adalah suatu konsep dimana sebuah perusahaan mempunyai manajemen yang secara sadar meletakkan pertimbangan perlindungan dan pembangunan lingkungan, keselamatan dan kesehatan ‘stakeholder’ dalam setiap pengambilan keputusan bisnisnya sebagai wujud nyata tanggungjawab dan upaya memberikan kontribusi positif kepada masyarakat serta pembangunan yang berkelanjutan. Konsep Green Company memiliki 4 komponen utama yang tidak bias dipisahkan satu sama lainnya yaitu green strategy, green process, green product dan green employee. Salah satu perusahaan yang telah menjalankan konsep Green Company adalah PT.Astra Internasional.
Lalu bagaimana gambaran pelaksanaan penerapan OHSAS 18001 dalam perusahaan?
Coba kita lihat PT. Wijaya Karya atau WIKA yang merupakan salah satu perusahaan BUMN yang telah menerapkan OHSAS 18001 dalam manajemennya. WIKA adalah sebuah BUMN yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi. Bidang pekerjaan dengan tingkat resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Karena alasan itulah, manajemen WIKA sangat berkomitmen dalam imlementasi SMK3 dan pengawasan terhadap pelaksanaannya secara terus menerus di seluruh jajaran unit kerjanya. Komitmen WIKA dalam pelaksanaan SMK3 telah mengantarnya sebagai pelopor penerapan SMK3 sesuai standard internasional OHSAS 18001 untuk perusahan jasa konstruksi. Bahkan pada November 2005 WIKA memperoleh penghargaan sebagai Indonesia’s Most Caring Companies for Safety Award 2005.
Apabila ditilik pada kegiatan-kegiatan rutinnya, memang beberapa penghargaan tersebut tidak salah tangan. Sebut saja kegiatan sebagai sosialisasi manajemen resiko yang diadakan oleh WIKA sebagai tahapan perencanaan penerapan SMK3 . Kegiatan ini diikuti oleh semua unit kerjanya sebagai upaya untuk mempopulerkan budaya manajemen resiko di lingkungan kerja WIKA seperti menghindari, mengontrol dan mentransfer resiko yang ada dan mungkin bisa ada dalam kegiatan operasi. Ada lagi kegiatan rutin yang dilakukan WIKA sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kegiatan K3 dalam perusahaan, Safety Talk, yang diadakan tiap bulannya .
Lalu bagaimana proses pelaksanaan K3 itu diukur?
Pelaksanaan K3 WIKA di lapangan, diukur dengan Safety Implementation Level (SIL) yang berisi tentang kriteria dan standar pengukuran yang telah ditetapkan hingga nantinya ada penilaian atau audit terhadap pelaksanaan kriteria-kriteria yang harus ada. Proses audit dilakukan dengan suatu acara yang disebut Surveillance Audit OHSAS 18001 yang dapat digabung dengan audit ISO 9001:2000 dengan tim auditor yang terdiri dari Tim Audit Eksternal OHSAS 18001:1999 dari PT. Sucofindo dan tim Auditor ISO 9001:2000. Hasil audit ini digunakan oleh WIKA untuk perbaikan manajemen K3 dan evaluasi diri untuk mengukur kinerja perusahaan demi pengembangan SMK3 yang berkesinambungan. Pengkajian ini dilakukan sebagai usaha untuk lebih concern terhadap K3 dan tetap menjaga komitmen ‘Good Safety is Good Bussiness’ Hasilnya? Tidak sia-sia! Januari 2006 WIKA mendapatkan penghargaan Zero Accident dari Depnaker dan Bendera Emas dari PT. Sucofindo sebagai perusahaan yang peduli terhadap penerapan SMK3. Bahkan berbagai proyek baru mengalir untuk WIKA salah satunya karena komitmen WIKA ini, sebuah keuntungan yang patut dipertahankan.
Begitu membanggakan jika perusahaan di Indonesia yang belum menerapkan OHSAS 18001 mulai tergerak hati untuk mencoba. Akan banyak nyawa terselamatkan dan banyak keuntungan yang dapat diraup. Jadi tidak ada salahnya perusahan mulai mengenal dan mengakrabkan diri dengan OHSAS 18001:1999, semua terasa lebih indah dan lebih hidup. Good Safety is Good Bussiness, Anda Setuju?
Tujuan dan sasaran yang termuat dalam SMK3 ini adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan kesehatan kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja, kondisi dan lingkungan kerja dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Namun tujuan mulia ini belum sepenuhnya dapat dicapai, mengapa?
Kita lihat saja pada kondisi K3 di Indonesia, berdasar data tahun 2004 hingga Januari 2005, tingkat kecelakaan kerja di Indonesia mencapai 95.418 kasus dengan 1736 pekerja meninggal, 60 pekerja mengalami cacat tetap, 2932 pekerja cacat sebagian dan 6114 pekerja mengalami cacat ringan. Kondisi ini sesungguhnya sudah mengalami penurunan angka kecelakaan kerja jika dibandingkan dengan data pada tahun 2003 yaitu 105.846 kasus, terjadi penurunan kasus sekitar 9,9%. Bila dirunut dalam rentang 5 tahun mulai tahun 1999, kasus kecelakaan kerja di Indonesia mengalami fluktuasi, dapat dilihat pada tabel berikut:
Kasus kecelakaan kerja di Indonesia
Tahun | Jumlah kasus | Pertumbuhan |
1999 | 91.510 | - |
2000 | 98.902 | 8,08 % |
2001 | 104.774 | 5,94 % |
2002 | 103.804 | -0,92 % |
2003 | 105.846 | 1,97 % |
2004 | 95.418 | -9,85 % |
Mengapa angka kecelakaan kerja di Indonesia masih begitu tinggi?
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja, yaitu unsafe condition dan unsafe behavior. Unsafe behavior merupakan perilaku dan kebiasaan yang mengarah pada terjadinya kecelakaan kerja seperti tidak menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) dan penggunaan peralatan yang tidak standard sedang unsafe condition merupakan kondisi tempat kerja yang tidak aman seperti terlalu gelap, panas dan gangguan-gangguan faktor fisik lingkungan kerja lainnya. Faktor-faktor tersebut dapat dieliminasi dengan adanya komitmen perusahaan dalam menetapkan kebijakan dan peraturan K3 serta didukung oleh kualitas SDM perusahaan dalam pelaksanaannya.
Sayangnya, masih sedikit perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk melaksanakan pedoman SMK3 dalam lingkungan kerjanya. Menurut catatan SPSI, baru sekitar 45% dari total jumlah perusahaan di Indonesia (data Depnaker tahun 2002, perusahaan di bawah pengawasannya sebanyak 176.713) yang memuat komitmen K3 dalam perjanjian kerja bersamanya. Jika perusahaan sadar, komitmennya dalam melaksanakan kebijakan K3 sebenarnya dapat membantu mengurangi angka kecelakaan kerja di lingkungan kerja. Dengan sadar dan berkomitmen, perusahaan akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan kondisi kerja yang aman dan sehat. Komitmen perusahaan yang rendah ini diperburuk lagi dengan masih rendahnya kualitas SDM di Indonesia yang turut memberikan point dalam kejadian kecelakaan kerja, data dari Badan Pusat Statistik tahun 2003 menunjukkan bahwa hanya 2.7% angkatan kerja di Indonesia yang mempunyai latar belakang pendidikan perguruan tinggi dan 54.6% angkatan kerja hanya tamatan SD.
Sebenarnya, penerapan K3 dalam sistem manajemen perusahaan memberikan banyak keuntungan selain peningkatan produktifitas kerja dan tetap terjaganya kesehatan, keselamatan pekerja, penerapan K3 juga dapat meningkatkan citra baik perusahaan yang dapat memperkuat posisi bisnis perusahaan. Satu lagi hal penting bahwa dengan komitmen penerapan K3, angka kecelakaan kerja dapat ditekan sehingga dapat menekan biaya kompensasi akibat kecelakaan kerja. Perlu diketahui bahwa nilai kompensasi yang harus dibayar karena kecelakaan kerja di Indonesia tahun 2004 sebesar 102,461 milliar rupiah apalagi jika kita lihat data 2003 yang sebesar 190,607 milliar rupiah, sungguh suatu nilai yang sangat disayangkan jika harus dibuang percuma! Sebenarnya keadaan ini tidak jauh berbeda dengan di AS, tahun 1995 pemerintah AS harus menderita kerugian sebesar 119 milliar dollar karena kecelakaan kerja dengan tingkat pertumbuhan kerugian sebesar 67,9 milliar dollar dalam kurun waktu 15 tahun sejak tahun 1980.
Usaha pemerhati K3 dunia untuk menurunkan angka kecelakaan kerja melalui suatu pedoman terhadap pelaksanaan K3 telah ada sejak beberapa tahun yang lalu. Awalnya adalah dengan penerbitan suatu pendekatan sistem manajemen yaitu Health and Safety Management-HS(G)65 yang dikembangkan oleh Health and Safety Executive Inggris yang diterbitkan terakhir pada tahun 1977. Mei 1996 muncul standar pelaksanaan K3,BS 8800 (British Standard 8800) yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja organisasi K3 melalui penyediaan pedoman bagaimana manajemen K3 berintegrasi dengan manajemen dari aspek bisnis yang lain. Hingga tahun 1999 muncul standar baru yaitu OHSAS 18001 yang dikeluarkan sebagai spesifikasi dan didasarkan pada model yang sama dengan ISO 14001, bersamaan dengan itu diterbitkan pula OHSAS 18002 sebagai pedoman pada penerapan OHSAS 18001. Sebenarnya apa OHSAS itu? Bagaimana penerapannya dalam system manajemen perusahaan? Mari kita mengenal lebih dekat.
OHSAS 18001, Apa dan bagaimana?
OHSAS –Occupational Health and Safety Assesment Series-18001 merupakan standar internasional untuk penerapan SMK3. Tujuan dari OHSAS ini sendiri tidak jauh berbeda dengan tujuan SMK3 Permenaker, yaitu meningkatkan kondisi kesehatan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja dan mencegah terjadinya potensi kecelakaan kerja karena kondisi K3 tidak saja menimbulkan kerugian secara ekonomis tetapi juga kerugian non ekonomis seperti menjadi buruknya citra perusahaan.
Cikal bakal OHSAS 18001 adalah dokumen yang dikeluarkan oleh British Standards Institute (BSI) yaitu Occupational Health and Safety Management Sistem-Specification (OHSAS) 18001:1999. OHSAS 18001 diterbitkan oleh BSI dengan tim penyusun dari 12 lembaga standarisasi maupun sertifikasi beberapa negara di dunia seperti, Standards Australia, SFS Certification dan International Certification Services.
Standar OHSAS mengandung beberapa komponen utama yang harus dipenuhi oleh perusahaan dalam penerapan SMK3 demi pelaksanaan K3 yang berkesinambungan.
Komponen Utama OHSAS 18001 .
Komponen utama standar OHSAS 18001 dalam penerapannya di perusahaan meliputi:
1. Adanya komitmen perusahaan tentang K3.
2. Adanya perencanaan tentang program-program K3
3. Operasi dan Implementasi K3
4. Pemeriksaan dan tindakan koreksi terhadap pelaksanaan K3 di perusahaan
5. Pengkajian manajemen perusahaan tentang kebijakan K3 untuk pelaksanaan berkesinambungan.
Berdasarkan 5 komponen utama diatas, tahapan dalam penyusunan SMK3 menurut OHSAS 18001 melalui 7 tahapan yaitu mengindentifikasi resiko dan bahaya, mengidentifikasi ketetapan UU dan peraturan hukum yang berlaku, menentukan target dan pelaksana program, melancarkan program perencanaan untuk mencapai target dan objek yang telah ditentukan, mengadakan perencanaan terhadap kejadian darurat, peninjauan ulang terhadap target dan para pelaksana system, terakhir yaitu penetapan kebijakan sebagai usaha untuk mencapai kemajuan yang berkesinambungan. Tahapan penerapan ini lebih panjang jika dibandingkan dengan penerapan SMK3 menurut permenaker tetapi dari segi isi tidak ada perbedaan yang signifikan.
Seiring dengan upaya pelaksanaan OHSAS dalam perusahaan, muncullah suatu konsep baru sebagai akibat praktek OHSAS 18001 dalam manajemen perusahaan. Konsep baru tersebut dikenal dengan nama Green Company
Green Company
Konsep OHSAS 18001 memiliki beberapa kesesuaian dengan ISO 14001 dan ISO 9001, sehingga beberapa perusahaan mulai menjalankan ‘multiple management systems’ yaitu menjalankan ketiga system manajemen di atas( Manajemen Mutu ISO 9001:2000, Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:2004 dan SMK3 OHSAS 18001:1999). Penggabungan ini menimbulkan suatu konsep baru yaitu Green Company
Konsep Green Company adalah suatu konsep dimana sebuah perusahaan mempunyai manajemen yang secara sadar meletakkan pertimbangan perlindungan dan pembangunan lingkungan, keselamatan dan kesehatan ‘stakeholder’ dalam setiap pengambilan keputusan bisnisnya sebagai wujud nyata tanggungjawab dan upaya memberikan kontribusi positif kepada masyarakat serta pembangunan yang berkelanjutan. Konsep Green Company memiliki 4 komponen utama yang tidak bias dipisahkan satu sama lainnya yaitu green strategy, green process, green product dan green employee. Salah satu perusahaan yang telah menjalankan konsep Green Company adalah PT.Astra Internasional.
Lalu bagaimana gambaran pelaksanaan penerapan OHSAS 18001 dalam perusahaan?
Coba kita lihat PT. Wijaya Karya atau WIKA yang merupakan salah satu perusahaan BUMN yang telah menerapkan OHSAS 18001 dalam manajemennya. WIKA adalah sebuah BUMN yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi. Bidang pekerjaan dengan tingkat resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Karena alasan itulah, manajemen WIKA sangat berkomitmen dalam imlementasi SMK3 dan pengawasan terhadap pelaksanaannya secara terus menerus di seluruh jajaran unit kerjanya. Komitmen WIKA dalam pelaksanaan SMK3 telah mengantarnya sebagai pelopor penerapan SMK3 sesuai standard internasional OHSAS 18001 untuk perusahan jasa konstruksi. Bahkan pada November 2005 WIKA memperoleh penghargaan sebagai Indonesia’s Most Caring Companies for Safety Award 2005.
Apabila ditilik pada kegiatan-kegiatan rutinnya, memang beberapa penghargaan tersebut tidak salah tangan. Sebut saja kegiatan sebagai sosialisasi manajemen resiko yang diadakan oleh WIKA sebagai tahapan perencanaan penerapan SMK3 . Kegiatan ini diikuti oleh semua unit kerjanya sebagai upaya untuk mempopulerkan budaya manajemen resiko di lingkungan kerja WIKA seperti menghindari, mengontrol dan mentransfer resiko yang ada dan mungkin bisa ada dalam kegiatan operasi. Ada lagi kegiatan rutin yang dilakukan WIKA sebagai upaya untuk mensosialisasikan dan mengkomunikasikan berbagai kegiatan K3 dalam perusahaan, Safety Talk, yang diadakan tiap bulannya .
Lalu bagaimana proses pelaksanaan K3 itu diukur?
Pelaksanaan K3 WIKA di lapangan, diukur dengan Safety Implementation Level (SIL) yang berisi tentang kriteria dan standar pengukuran yang telah ditetapkan hingga nantinya ada penilaian atau audit terhadap pelaksanaan kriteria-kriteria yang harus ada. Proses audit dilakukan dengan suatu acara yang disebut Surveillance Audit OHSAS 18001 yang dapat digabung dengan audit ISO 9001:2000 dengan tim auditor yang terdiri dari Tim Audit Eksternal OHSAS 18001:1999 dari PT. Sucofindo dan tim Auditor ISO 9001:2000. Hasil audit ini digunakan oleh WIKA untuk perbaikan manajemen K3 dan evaluasi diri untuk mengukur kinerja perusahaan demi pengembangan SMK3 yang berkesinambungan. Pengkajian ini dilakukan sebagai usaha untuk lebih concern terhadap K3 dan tetap menjaga komitmen ‘Good Safety is Good Bussiness’ Hasilnya? Tidak sia-sia! Januari 2006 WIKA mendapatkan penghargaan Zero Accident dari Depnaker dan Bendera Emas dari PT. Sucofindo sebagai perusahaan yang peduli terhadap penerapan SMK3. Bahkan berbagai proyek baru mengalir untuk WIKA salah satunya karena komitmen WIKA ini, sebuah keuntungan yang patut dipertahankan.
Begitu membanggakan jika perusahaan di Indonesia yang belum menerapkan OHSAS 18001 mulai tergerak hati untuk mencoba. Akan banyak nyawa terselamatkan dan banyak keuntungan yang dapat diraup. Jadi tidak ada salahnya perusahan mulai mengenal dan mengakrabkan diri dengan OHSAS 18001:1999, semua terasa lebih indah dan lebih hidup. Good Safety is Good Bussiness, Anda Setuju?